Mungkinkah Ganja bebas di perjual-belikan di Negeri ini?

Mungkinkah Ganja bebas di perjual-belikan di Negeri ini?

19/05/2020, Mei 19, 2020

Sinarberitanews.com, JAKARTA - Akhir akhir ini banyak orang terperanjat mendengar dan menyaksikan secara viral di berbagai media bahwa Ganja diusulkan akan di perbolehkan diperjual belikan di Indonesia, bahkan sudah pernah dibahas di tingkat Dewan Perwakilan Rakyat alias DPR RI.
Menurut Anggota Komisi VI DPR RI, Rafli pemerintah hendaknya membuat kebijakan legalisasi ganja di Aceh. Beliau mendorong supaya tanaman ganja bisa menjadi komoditi andalan yang berpotensi dieskpor.
Usulan legalisasi Ganja Aceh yang sudah terkenal itu diupayakan untuk dilegalkan agar dimanfaatkan sebagi tujuan ekspor tapi di fokuskan untuk kebutuhan medis termasuk turunannya, memang tidak untuk dipergunakan secara bebas atau disalahgunakan.

Rafli berujar, bahwa dari aspek medis pengunaaan ganja sudah lama diakui dan digunakan sejumlah negara maju, begitu keterangan resmi beliau ke berbagai media Jumat (31/1/2020).
Namun, sesungguhnya di Indonesia ide tersebut bertolak belakang khususnya pada pasal 8 ayat 1 UU Nomor 35/2009, Tentang Narkotika Golongan 1, yang tidak boleh digunakan untuk kebutuhan medis.
Rafli juga mengatakan, andai pemerintah bersungguh-sungguh akan mengelola komoditas ganja tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat beserta semua instansi terkait sangat mungkin untuk melakukan revisi terhadap regulasi yang berlaku saat ini. Akan tetapi harus menghindari semua potensi penyalahgunaan.
Rafli bahkan menambahkan bahwa sebetulnya Menurut agama, bahwa tumbuhan ganja itu tidak diharamkan, tapi yang diharamkan itu justru penyalahgunaannya.
Rafli selanjutnya mengusulkan beberapa konsep yang potensial dan layak dilaksanakan pemerintah. Selanjutnya konsep tersebut di analisis ulang dan di review secara ilmiah agar hasilnya valid.
Konsep tersebut, diawali dengan penetapan zonasi pilot project industri ganja Aceh untuk menentukan kebutuhan medis berikut turunannya.
Selanjutnya membentuk mekanisme yang sitematik sehingga program ini sukses, tukasnya..
Budi daya dan pemanfaatan ganja Aceh sebagai bahan baku kebutuhan medis berkualitas ekspor menjadi usulan Rafli pada rapat kerja dengan Kementerian Perdagangan, Kamis (30/1/2020).
Agus Suparmanto yang menjabat sebagai Menteri Perdagangan kabinet Jokowi-Ma’ruf Amin mengatakan akan mengkaji teknis usulan tersebut. Sementara itu dalam regulasi yang ada, sebetulnya bahwa ganja masih dilarang penyebarannya di dalam negeri, begitu amanat UU Nomor 35/2009 Tentang Narkotika Golongan 1.
Kepala Biro Humas dan Protokol Badan Narkotika Nasional (BNN) Brigjen Sulistyo Pudjo menyesalkan pernyataan anggota DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ( PKS) Rafli terkait wacana legalisasi ganja sebagai pemasukan devisa nasional.
Menurutnya, cara pandang legislator Aceh itu terkesan belum memahami maksud pendirian bangsa, sehingga lebih mengedepankan ekonomi sentris ketimbang pandangan faktor pelarangan narkotika jenis ganja, sehingga menjadi mustahil ganja untuk diekspor keluar negeri. “Kami sangat menyesalkan pernyataan beliau (Rafli) anggota DPR RI yang mengeluarkan pernyataan wacana untuk mengekspor ganja sebagai pemasukan devisa nasional,” kata Sulistyo.
Selain itu, kata dia, apabila terjadi ekspor ganja keluar negeri, maka negara ini melanggar kesepakatan internasional, karena Indonesia menjadi salah satu negara yang turut menjaga ketertiban dunia seperti yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945. “Karena amanah UUD 1945 tadi, kita ikut serta dalam pertemuan dalam The Single Convention on Narcotic Drugs tahun 1961, kita menjadi salah satu negara yang meratifikasi, pada Pasal 1 yang menjadi salah satu yang dilarang adalah ganja, baik batang, akar, daun, minyak kemudian turunan ekspor juga dilarang,” jelas Sulistyo.
Dia menjelaskan, berdasarkan kesepakatan internasional, Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan legal standing berupa Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika yang kemudian diperbaiki lewat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, yang secara tegas menyebut bahwa ganja adalah narkotika golongan I. “Kalau sudah golongan I tidak boleh diperdagangkan, tidak boleh untuk pengobatan,” tegasnya.
Dari pihak mereka yang pro ganja, atau yang mendukung selalu menyatakan, Bahwa Tidak ada ciptaan Tuhan yang tak berguna, termasuk ganja, begitulah keyakinan mereka. Namun, Jalan yang akan dilalui tidaklah mudah. Meski dianggap khayalan pemabuk hingga pengkhianat negara, mereka bertekad berjuang sampai ganja dilegalkan di Indonesia.
Tengok saja mas Danto bersama rekan-rekannya yang telah membentuk organisasi untuk memperjuangkan agar ganja dilegalkan di Indonesia, Bahkan Danto menjabat sebagai Ketua Riset Budaya Ganja Nusatara - Yayasan Sativa Nusantara.
Begitu juga Dhira Narayana pria ini adalah pendiri sekaligus Ketua LGN, Lingkar Ganja Nusantara, yang getol mengampanyekan legalisasi ganja untuk kesehatan.
Banyak buku-buku tentang perganjaan tersimpan rapi dalam rak di ruangan kantor mereka.
Menurut info banyak juga mahasiswa yang datang berkunjung untuk melakukan riset guna kebutuhan penulisan skripsinya.
Menurut pemilik kantor, Lingkar Ganja Nusantara alias LGN tersebut ternyata selalu banyak pengunjung yang berasal dari para akademisi baik yang dari Indonesia bahkan manca negera, mereka tertarik untuk meneliti seluk beluk tentang dunia perganjaan. Kabar menarik dari negara Jiran Malaysia bahwa mereka akan menggunakan pendekatan gaya kapitalistik, konon Malaysia akan dibuat ketergantungan oleh industri farmasi global untuk memproduksi obat-obatan dari ganja.
Kemudian berbagai macam tipikal produk serta varian ganja medis luar negeri akan memasuki Negara Jiran itu, Maka Negara Kerajaan itu diminta untuk mengubah regulasi mereka. Para dokter di Malaysia selanjutnya jadi agen obat-obat farmasi yang kebijakan selanjutnya akan disiapkan pemerintah Malaysia.
Yayasan Lingkar Ganja atau YSN, bahkan sudah memiliki nota kesepahaman Memorandum of Understanding (MoU) dengan Kementerian Kesehatan Indonesia, namun sampai saat ini masih belum ada implementasi di lapangan, karena masih mengalami berbagai tantangan dari pihak pemerintah,” imbuh Dhira sang ketua Yayasan ganja itu
Padahal, pungkas Dhira pula bahwa sejumlah negara di Asia Tenggara sudah berlomba-lomba melakukan riset tentang perganjaan tersebut.
Di samping Yayasan LGN dan YSN dari Indonesia, Malaysia juga mengundang para peneliti asal Negara Kanada, Amerika Serikat , Belanda, Australia, Korea Selatan, bahkan beberapa negara dari Eropa.
Akan tetapi menurut pengakuan Dhira lagi sembari memprediksi bahwa legalisasi ganja untuk medis di Malaysia nantinya juga akan menjadi bisnis perusahaan raksasa farmasi.
Sebenarnya ganja itu bisa jadi alternatif yang berbiaya rendah khusus untuk obat-obatan, di samping memungkinkan untuk tumbuh subur di berbagai wilayah Indonesia, selain di Aceh lanjut Dhira.
Menurut perhitungan sederhana ternyata obat dari tanaman ganja itu jauh lebih murah dan alami ketimbang obat-obat kimia produk industri farmasi. Tatkala sekarang ini hampir di atas 90 persen bahan baku obat di Indonesia didapatkan melalui impor yang harganya pasti lebih mahal dan menghabiskan devisa pula.
Menurut para pegiat perganjaan tersebut kemungkinan besar Riset itu sengaja tidak didukung dan tidak diberi peluang, karena pemerintah terlibat dalam pengadaan obat impor dengan farmasi asing, begitulah pikir mereka.
Beliau menuturkan, bahwa hasil riset organisasinya akan membongkar mitos di kalangan masyarakat awam yang percaya bahwa ganja itu merugikan dan menimbulkan efek ketergantungan berkelanjutan.
Namun, faktanya tanaman ganja tersebut mempunyai banyak khasiat dan manfaat serta kegunaannya sebagai obat tradisioal yang sudah membudaya dan mengakar di dalam sanubari bangsa Nusantara sejak dahulu kala, seperti untuk pengobatan kencing manis atau diabetes, bumbu masakan, bahkan ritual keagamaan.
Belum lagi, kalau kita menengok jumlah riset ilmiah yang berjumlah ratusan yang dilakukan berbagai perguruan tinggi internasional yang membuktikan bahwa tanaman ganja memiliki banyak khasiat dan manfaat yang berguna untuk kesehatan dan obat-obatan.
Oleh sebeb itulah, mereka merekomendasikan, agar penelitian di dalam negeri penting dilakukan, melihat semakin tingginya jumlah orang yang terkena penyakit diabetes terutama di Indonesia saat ini.
Sangat dimungkinkan bahwa ganja tersebut bisa jadi alternatif terbaik untuk obat penyakit diabetes yang lebih murah dan mudah dibudidayakan serta sangat terjangkau oleh masyarakat dari berbagai elemen. Sementara menurut mereka para pegiat ganja bahwa harga obat-obatan kimia yang diproduksi oleh industri farmasi itu yang berasal dari impor sepuluh kali lipat lebih mahal apabila dibandingkan dengan tanaman ganja. Itulah sebabnya, apabila obat dari tanaman ganja ini dilegalkan, bisnis industri farmasi asing hampir pasti akan terancam eksistensinya bahkan bisa-bisa gulung tikar..
Data Kemenkes tahun 20017, menunjukkan pasien diabetes mencapai 10,3 juta orang diperkirakan akan terus meningkat menjadi sekitar 16,7 juta pada tahun 2045. Sedangkan berdasarkan data Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), juga menunjukkan peningkatan jumlah kasus dan pelayanan diabetes di Indonesia. Agaknya kita perlu juga menoleh kemasa lalu tentang asal muasal yang namanya ganja itu yang bahasa latinnya adalah (Cannabis Sativa) ternyata merupakan tumbuhan penghasil serat, dan lebih terkenal bijinya yang mengandung THC (Tetra Hydro Cannabinol) zat narkotika yang dapat membuat pengguna atau pemakainya mengalami euforia.
Sedangkan daun ganja itu diperkirakan memiliki sekitar 25.000 kegunaan atau manfaat.
Apabila kita merunut mula sejarah ganja mulai ditemukan di daratan china sekitar tahun 2737 SM, Ternyata masyarakat China sudah mengenal tanaman ganja ini sejak zaman batu. Masyarakat China bahkan sudah menfaatkan ganja dalam kehidupan sehari-hari, sebagai bahan pakaian, obat-obatan, dan untuk terapi penyembuhan seperti rematik, sakit perut, beri-beri hngga malaria. Ganja juga digunakan untuk bahan bakar lampu dan juga untuk upacara keagamaan. Awalnya bahwa tanaman ganja berasal dari tumbuhan liar hampir sama seperti rumput liar yang bisa tumbuh dimana saja, tapi tidak tubuh subur disegala kontur tanah. Sebab tumbuhan ganja ini membutuhkan karakter tanah yang berbeda dengan rumput lainnya pada umumnya dia membutuhkan cuaca yang lebih sejuk.
Pada masa Mesopotamia kuno sekitar 8000 SM, ditemukan salah satu peninggalan tertua peradaban industri yaitu, sebuah potongan kain yang terbuat dari serat daun ganja. Begitu pula sebuah kertas tertua didunia, ditemukan di China sekitar tahun 2000 SM terbuat dari bahan yang sama. Menurut para ahli sejarah bahkan pada zaman firaun pun , yaitu sekitar 2500 SM, ganja juga sering dimanfaatkan dalam pembuatan Piramida besar..
Begitu juga di belahan benua Eropa yaitu di Inggris pada masa pemerintahan Raja Henry VIII, terdapat sebuah peraturan dimana petani didenda jika gagal menumbuhkan 1/4 dari 60 are setiap ladang ganja milik mereka. Bahkan konon ada satu zaman dimana selama 200 tahun orang-orang dapat melunasi pajak mereka kepada negara, hanya dengan tanaman ganja.
Saat ini diketahui bahwa efek negatif dari mengunakan ganja ini akan mengakibatkan pengguna menjadi malas, otaknya akan lamban dalam berpikir, dan mata merah. Akan tetapi, berbagai hal tersebut masih selalu menjadi kontroversi, sebab masih belum seluruhnya diakui oleh kelompok yang pro dan mendukung medical marijuana. selain diklaim sebagai pereda rasa sakit, dan pengobatan untuk penyakit tertentu (termasuk kanker), masih banyak juga yang dengan yakin mengatakan adanya lonjakan kreativitas dalam berpikir dan berkarya khususnya kaum seniman dan musisi.
Begitu juga efek yang dihasilkan masih beragam terhadap individu-individu tertentu, ada yang merasakan menjadi malas ada yang menjadi aktif, dalam efek berfikir kreatif (bukan aktif secara fisik seperti efek yang dihasilkan metamfetamin).
Faktanya ganja hingga detik ini, tidak terbukti sebagai penyebab kecanduan hingga kematian. Bahkan, di zaman dahulu kalapun tanaman ini di anggap sebagai tanaman yang sangat luar biasa hebatnya, sebab di hampir semua unsur ganja dapat di manfaatkan untuk barbagai kegunaan dan keperluan.
Memang sangat bertolak belakang dan jauh berbeda atau kontras dengan efek negatif yang di hasilkan oleh narkotika dan alkohol, yang dapat mengakibatkan pemakainya menjadi kecanduan hingga sangat tersiksa dan sering kali berakhir dengan kematian, bahkan tidak jarang berbuat kekerasan maupun melakuksn penipuan agar segera dapat mengkonsumsi obat-obatan kimia buatan manusia tersebut.
Tidak boleh dipungkiri bahwa di beberapa Negara memang penanaman ganja diperbolehkan untuk kepentingan seratnya saja. Akan tetapi, harus mengandung sangat rendah atau tidak sama sekali mengandung zat narkotika. Sedangkan di Negara Indonesia, ganja merupakan salah satu tanaman yang digolongkan sebagai narkotika golongan 1, bersama dengan zat seperti heroin, kristal meth atau sabu. Pada tahun 1960an, ganja masih dicap legal oleh pemerintah. Hingga pada tahun 2014, barulah ganja dinyatakan zat terlarang oleh pemerintah.
Daerah istimewa Aceh, provinsi yang terkenal dengan tanaman ganja yang hampir tersebar diseluruh hutan-hutan lebat di Aceh, dan diperkirakan merupakan ladang ganja terbesar di asia tenggara. Sudah sejak lama sekali mayoritas suku aceh menggunakan ganja sebagai bumbu masakan, akan tetapi sekarang sudah jarang sekali menemukan masakan Aceh yang mengandung ganja. Tatkala berpikir agak ekstrim sedikit, mungkin saja potensi ganja di Aceh itu dapat menutupi defisit APBN disetiap kabupaten ataupun kota yang memiliki ladang ganja. Karena ternyata eksitensi ganja Aceh ada faktor kausalitas, atau hukum, sebab, akibat karena tidak semua ganja aceh tumbuh subur.
Aspek hukum yang berkaitan dengan ganja hampir seimbang dengan aksi pelanggaran hukum terkait heroin, terlepas dari berbagai argumentasi bahwa ganja tidak berbahaya. Penggunaan ganja pada hakekatnya masih membawa dampak baik terutama untuk kesehatan, tetapi, perlu juga dicermati bahwa masih banyak juga pandangan yang menyoroti dampak buruk bisa saja terjadi tatkala seseorang menikmati ganja tersebut yaitu:
Gangguan kejiwaan, gangguan pencernaan,, gangguan pernafasan, gangguan reproduksi, seperti kanker rahim, kanker serviks, kanker prostat, kanker ovarium, impotensi, dan gangguan kehamilan, hasrat seks menurun, hilangnya semangat untuk melakukan aktivitas dan cendrung merasa bosan, mata merah, menurunnya kemampuan otak untuk mengingat dan berpikir, produksi sperma berkurang bagi pria dan siklus haid tidak teratur bagi perempuan. Risiko kanker paru-paru, kanker kulit, kanker lambung, kanker otak, kanker hati, kanker getah bening, rusaknya sistem kekebalan tubuh, semakin cepatnya detak jantung yang terkadang sulit untuk dikontrol dan sebagainya.
Berdasarkan berbagai efek yang sangat berbahaya tersebut maka cukup beralasan untuk menjadi salah satu tujuan agar memperkuat alasan bahwa memang ganja tersebut sebagai salah satu zat yang tergolong merusak bagi para pemakainya. Masyarakat yang paham akan manfaat ganja pun tidak tinggal diam dan membuat sebuah organisasi.
Walaupun masih banyak pegiat perganjaan yang bergerak dalam avdokasi ganja, berusaha untuk membuat hukum di Indonesia agar secara perlahan melegalkan ganja untuk kebutuhan medis, dalam gerakannya mengklaim untuk tidak mengajak masyarakat untuk memiliki, menanam, memelihara, menyimpan, dan menggunakan ganja untuk alasan apapun yang tidak dibenarkan pemerintah.
LGN-pun memberanikan diri mengadakan long march, turun ke jalan dan menyuarakan legalisasi ganja pada Mei 2016, lalu. Long March yang disebut sebagai Global Maruijuana March, pada aktivis ganja menyampaikan tuntutan dan dorongan terhadap pemerintah untuk memulai memandang sisi baik yang di tawarkan oleh ganja.
Setelah menganalisis serya mencermati berbagai mashab baik yang pro maupun kontra termasuk aspek hukum tentang ganja, maka simpulan, sementara yang dapat dihimpun adalah bahwa ganja itu sangat menggoda manusia khususnya faktor komersial yaitu pendekatan ekonomi, memang faktor ekonomi itu sangat penting bagi kemakmuran serta kesejahteraan rakyat.
Sesuai visi negara kita, namun, solusi faktor sejahtera, makmur adil itu tidak mutlak hanya aspek ekonomi semata, walau pendapatan perkpita sangat penting untuk meningkat berkelanjutan tentu dengan cara dan jalan halal dan baik serta mutlak dikombinasi dengan senantiasa menjunjung tinggi nilai - nilai luhur bangsa, berkomitmen, berkarakter dan berakhlak mulia, menghapus kemiskinan & pengangguran serta menegakkan hukum secara adil dan bijaksana. Dikutip dari berbagai media al. kompaa.om dan suara.com. (Hasiholan Lbngaol)

TerPopuler