KABUPATEN BEKASI, sinarberitanews.com – Kekeringan melanda Kabupaten Bekasi masih menjadi mimpi buruk bagi warga yang terkena dampaknya. Tampak lahan masyarakat menjadi kering kerontang, karena diduga kurangnya perhatian pemerintah. Mengingat kebutuhan air untuk persawahan dan air bersih, merupakan hak masyarakat atas kebutuhan dasar yang tak terpisahkan. Dimana setiap hari manusia membutuhkan air bersih, untuk meminum, memasak, mandi, mencuci dan sebagainya.
Bahkan, pada tahun 2018 lalu Pemkab Bekasi melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) juga pernah memberlakukan status “Siaga Darurat Kekeringan” di empat wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Cibarusah, Serang Baru, Bojongmangu, dan Cikarang Selatan, menurut Machfudin Latif, selaku Ketua Umum Aliansi Rakyat Bekasi kepada awak media.
Latif menambahkan, belum lagi kecamatan lain yang terkena dampak kekeringan. Sehingga mengakibatkan gagal panen dan kesulitan dalam mendapatkan air bersih, seperti kecamatan Sukatani, kecamatan Tambelang, Kecamatan Pebayuran, dan lain-lain, hal tersebut saya ketahui melalui beberapa informasi dari masyarakat dan media yang pernah saya baca.
Berbagai cara pernah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (PEMKAB) Bekasi dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang terkena dampak kekeringan seperti program penyediaan air baku.
Salah satu prosesi realisasi program tersebut, Pemkab Bekasi bekerjasama dengan salah satu Perusahaan Umum Daerah (PERUMDA) PDAM Tirta Bhagasiasi guna Pemberian air bersih kepada masyarakat, selain itu ada juga seperti upaya penghijauan, pembuatan lubang biopori, pembangunan sumur resapan, sumur artesis, sumur bersih, sumur imbuhan, sumur satelit, sumur bor dan lain sebagainya.
Sementara itu, berdasarkan hasil rekap laporan keterangan pertanggung jawaban (LKPJ) Bupati Bekasi Tahun Anggaran (TA) 2016, 2017 dan 2018. Dari dinas Pekerjaan Umum (PU) dan Dinas Penataan Ruang (PUPR) tercatat dalam 3 tahun terakhir.
Untuk hal program tersebut diatas, Pemkab Bekasi menggelontorkan anggaran yang diberi nama “Program Penyediaan dan Pengolahan Air Baku”, sebesar Rp.30.612.133.800 atau 30 Milliar dan terealisasi sebanyak Rp.25.762.797.341 atau 84, 53%.
Dalam 3 (tiga) tahun, anggaran sebesar 30 Milyar tersebut dianggarkan untuk *“Program Penyediaan dan Pengolahan Air Baku” dari post anggaran PUPR meliputi kegiatan perencanaan teknis, kegiatan monev dan pelaporan kegiatan. Penyusunan database, pembangunan sarana air bersih, pengadaan sumur bersih (Sumur Artesis). Peningkatan sarana air bersih, bak penampungan (Toren Air), pembuatan sumur bor. Pada post anggaran tersebut, paling banyak menyedot anggarana adalah kegiatan pembuatan sumur bor, yang dibangun hampir disetiap wilayah. Baik di kantor-kantor Pemerintahan, Lingkungan Warga hingga di dalam lingkungan sekolah.
Rata-rata dalam pembuatan 1 sumur bor memakan biaya sebesar sekitar Rp. 80 juta-an. Karena diduga dalam pelaksanaan pembuatan sumur bor tersebut ada yang tidak sesuai spesifikasi (Spek). Penyimpangan SPEK pembuatan sumur bor tersebut, kata Machfudin Latif diduga dimulai dari soal kedalaman sumur bor yang tidak sesuai SPEK RAB (rencana anggaran biaya). “Sehingga hanya terlihat seperti akang manfaat saja dan mengakibatkan kurang optimalnya langkah Pemkab Bekasi dalam menyelesaiakan penyakit tahunan kekeringan di Bekasi ini, dan lagi-lagi masyarakat Kabupaten Bekasi yang merasakan dampaknya” ujar Latif.
Disamping itu juga ada anggaran ke BPBD pada TA 2017 dengan kegiatan nama kegiatan *“Pengadaan Tangki Air,” sebagai “Penampung Air Bersih,” dengan Pagu anggaran Rp. 300.000.000 dengan realisasi 278.386.000 atau 97,24%* dan pada tahun 2019 lagi-lagi Pemkab Bekasi menggelontorkan anggaran yang cukup fantastis sebesar Rp. 20 Milyar.
Anehnya, sampai Tahun 2021 sekarang ini, ternyata di beberapa wilayah Kabupaten Bekasi masih saja mengalami kekeringan. Padahal, Pemkab Bekasi sudah melakukan sangat banyak penanggulangan kekeringan dengan jumlah anggaran yang sangat luar biasa besar, namun terlihat seperti isapan jempol semata.
Latif menambahkan “Yang lebih memprihatinkan, alibi yang digunakan pihak terkait guna seakan melepas tanggung jawab soal bencana kekeringan di kabupaten Bekasi. Action dari Pemkab Bekasi hanyalah memberikan bantuan air bersih yang diambil dari PERUMDA Tirta Bhagasasi,” yang berakir seperti mencuci tangan dengan mempertanyakan tugas dari PERUMDA Tirta Bhagasasi dan keringnya mata air di area sumur bor tersebut, ini kan konyol namanya, karena yang sama-kita ingat perkataan dari Kabid Pengelolaan Sumber Daya Air, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Bekasi, Nur Chaidir pada Minggu tanggal 21 Juli tahun 2021 "sebelum mengebor terlebih dahulu melakukan penelitian teknik geolistrik karena pembangunan sumur bor tidak bisa dilakukan secara sembarangan.”Jadi tidak semua tempat bisa kita bangun. Karena kita harus melihat ketersediaan air tanahnya terlebih dahulu, agar tidak dibangun sia-sia,”
Padahal persoalan kekeringan juga menyangkut soal minimnya ruang terbuka hijau (RTH), konsistensi kegiatan monitoring dan evaluasi oleh SKPD terkait. Mengenai penggunaan anaggaran pencegahan kekeringan, pelaksanaan program penyediaan dan pengolahan air baku. Serta pemeliharaan jaringan irigasi. Agar pada tahun-tahun kedepan, tidak ada lagi bencana kekeringan di wilayah kabupaten Bekasi.
Kami menganggap ini adalah kasus yang sangat serius dan kejahatan secara terstruktur dan Tersistematis namanya, maka dengan ini kami meminta sikap tegas dari PJ Bupati Bekasi beserta institusi penegak hukum internal yakni APIP beserta jajaran harus segera mengambil sikap tegas atas persoalan ini dengan mengaudit dan mengaudit kembali “Program Penyediaan dan Pengolahan Air Baku” pada lima tahun terakhir dan memblow-up secara transparan kepada public.
Jika memang ada oknum yang terbukti melakukan penyimpangan atas anggaran tersebut maka kami meminta untuk PJ Bupati Bekasi untuk memecat secara tidak hormat sebagai bentuk keseriusan tanggung jawab seorang pemimpin kepada rakyatnya. (Redaksi)