KOTA BEKASI, sinarberitanews.com -- Sejak alih kelola menagemen pendidikan khususnya SMA/SMK Negeri tahun 2017 silam, banyak permasalahan aset yang belum terselesaikan. Salah satu yang paling mencolok adalah pemanfaatan lahan fasos fasum sebagian besar SMA Negeri.
Sejumlah sekolah lanjutan atas seperri misalnya SMAN 2, SMAN 3, SMAN 4, SMAN 5, SMAN 6, SMAN 8, SMAN 10, SMAN 11, SMAN 13, SMAN 14, dan SMAN 18 Bekasi adalah sekolah yang didirikan di atas lahan Fasos-Fasum perumahan. Dan karena itu, tidak dapat diserahterimakan ke Provinsi Jawa Barat. Sehingga sampai saat ini, lahan yang digunakan tersebut adalah milik Pemerintah Kota Bekasi.
Hal yang sama juga dialami SMKN 3, SMKN 5, SMKN 6, dan SMKN 8. Sekolah-sekolah itu berada di atas lahan fasos fasum perumahan.
Kepala Bidang Aset Pemerintah Kota Bekasi melalui Kabag Humas Pemkot Bekasi, Sayekti, membenarkan hal ini, dengan mengatakan, status lahan SMAN SMKN yang menggunakan fasos fasum perumahan adalah milik Pemkot Bekasi. Untuk pemanfaatannya menggunakan mekanisme pinjam pakai antara Pemkot Bekasi dan Provinsi Jabar. Adapun perjanjian pinjam pakai dengan provinsi masih dalam proses pembahasan.
Pada awal alih kelola, aset-aset tanah yang berada dan menggunakan fasos fasum perumahan sudah dihapuskan dari aset Kota Bekasi, namun BPK RI (Badan Pemeriksa Keuangan-RI), hal ini direvisi dan aset tersebut dikembalikan lagi sebagai aset Pemkot Bekasi. Hal ini mengacu pada beberapa peraturan, khususnya Permendagri (Peraturan Menteri Dalam Negeri).
Selanjutnya BPK melalui LHP-nya (Laporan Hasil Pemeriksaan) meminta Wali Kota Bekasi untuk menindak lanjuti perjanjian kerja sama antara Pemkot Bekasi dan Provinsi Jawa Barat, perihal pinjam pakai lahan fasos-fasum tersebut. Namun, sampai saat ini, perjanjian kerja sama yang diminta BPK, tak kunjung dapat diselesaikan kedua belah pihak, Kota Bekasi maupun Provinsi Jawa Barat.
Potensi PAD Yang Hilang
Dalam Perda Kota Bekasi Nomor 09 tahun 2012 tentang Retribusi Daerah dinyatakan, bahwa lahan adalah Barang Milik Daerah yang disebut dengan Kekayaan Daerah. Pemanfaatannya oleh perseorangan maupun badan harus terlebih dahulu mendapat izin dari Wali Kota dan membayar retribusi.
Walaupun lahan tersebut dimanfaatkan untuk sarana pendidikan (sekolah), tidak berarti lepas dari kewajiban membayar retribusi sesuai Perda di atas. Kecuali ada hal-hal khusus yang diatur selanjutnya. Dan itu harus tertuang dalam surat perjanjian kerjasama ataupun surat perjanjian pinjam pakai antar pemerintah daerah.
Rusben Siagian, Sekjen LSM AMAN (Adil Makmur Anak Nusantara), kepada sinarberitanews.com mengatakan, bahwa mereka sedang mendalami status lahan fasos-fasum yang dimanfaatkan untuk sekolah. Dan bila hal ini dibiarkan berlarut-larut, dan sekolah-sekolah itu tetap berdiri di atas lahan tanpa sebuah surat perjanjian kerja sama yang jelas.
Maka ada potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pemanfaatan kekayaan daerah yang tidak optimal. Kinerja aparat Pemkot Bekasi dan juga Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang terkesan lambat seakan-akan menyembunyikan sesuatu. Bagaimana sebuah surat perjanjian kerjasama pemanfaatan lahan bisa diproses begitu lama.
“PKL pakai tanah fasos fasum semeter-dua meter saja untuk berdagang harus bayar retribusi, kalau tidak bayar langsung digusur. Ini ada sekolah yang prakteknya menarik dan mengumpulkan uang masyarakat sampai miliaran rupiah, pakai tanah fasos-fasum, masa' enggak bayar retribusi?” ketus Rusben.
Jangan sampai publik berasumsi, “jangan-jangan ada udang di balik batu” dengan lamanya proses penyusunan kerjasama tersebut. Apakah sekolah itu pinjam pakai secara gratisan, sewa atau bagaimana. Dan sampai kapan status pinjam pakai itu berlaku.
“Sepertinya Pemkot Bekasi dan juga Pemerintah Provinsi Jawa Barat harus segera melakukan ekspos terkait status lahan fasos-fasum yang dipakai sekolah-sekolah itu,” tegas Rusben. (Redaksi SBN)