Semua Kebijakan Plt Walikota Bekasi Selalu Menjadi Sorotan Masyarakat

Semua Kebijakan Plt Walikota Bekasi Selalu Menjadi Sorotan Masyarakat

22/07/2022, Juli 22, 2022

KOTA BEKASI, sinarberitanews.com -- Enam Bulan Plt Wali Kota Bekasi Tri Adhianto memimpin Kota Bekasi, Kebijakannya selalu menjadi sorotan masyarakat pemerhati kebijakan Kota Bekasi. 


Keputusan-keputusan yang dibuatnya dianggap kontroversi dan seakan melampaui kewenangan jabatan seorang Plt. Dengan alasan itu, Tri Adhianto pun berencana akan dipetisikan.


Adalah Machfudin Latif, yang juga selaku Ketua Umum Aliansi Rakyat Bekasi (ARB) yang akan membuat petisi di beberapa media jejaring masyarakat. Petisi berjudul 'Usut dan Evaluasi Plt Walikota Bekasi Tri Adhianto Atas Penyalahgunaan Wewenang dan jabatan serta melawan hukum’yang rencananya senin depan akan di mulai (25/7/2022) siang pukul 12.00 WIB, siap untuk di gaungkan di seluruh jejaring masyarakat.


Besar kemungkinan, masalah ini tak hanya terjadi di Kota Bekasi, tapi di 101 daerah (7 provinsi, 18 kota serta 76 kabupaten) yang tahun ini akan menggelar pilkada serentak karena daerah mereka juga dipimpin seorang Plt. Namun, yang baru terasa mungkin baru hanya di Kota Bekasi saja. 


Terkait masalah ini, ada dua produk hukum yang bisa dijadikan dasar untuk melihat kewenangan seorang kepala daerah dengan status Plt. Yaitu Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No 49 Tahun 2008 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.


Pada prinsipnya, tugas dan wewenang Plt itu sama dengan seorang kepala daerah. Yang membedakannya terletak pada kewenangan yang dibatasi, di mana pada Pasal 132A ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008, seorang Plt dilarang:

a. Melakukan mutasi pegawai;

b. Membatalkan perijinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan/atau mengeluarkan perijinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya;

c. Membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya; dan

d. Membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat Namun, pada Ayat (2) Peraturan Pemerintah ini menulis: Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.

Bisa dilihat, berdasarkan regulasi tersebut kewenangan seorang pejabat sementara kepala daerah atau pelaksana tugas kepala daerah sangat terbatas, terutama pelarangan untuk empat hal tersebut di atas. Hanya saja, seorang Plt atau Pjs Kepala Daerah dapat melanggar ketentuan ini jika mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.Tumpang Tindih Permendagri


Meski sudah ada panduan untuk Plt dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, Menteri Dalam Negeri berinisiatif untuk mengatur ulang dengan terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 74 Tahun 2016 tentang cuti di luar tanggungan negara bagi kepala daerah yang ikut pilkada.


Walaupun permendagri ini tentang cuti, dalam salah satu pasal diselipkan mengenai pengangkatan pejabat pelaksana tugas kepala daerah dan wewenangnya.


Berdasarkan Pasal 9 Permendagri itu, wewenang pejabat pelaksana tugas tidak lagi sekadar melaksanakan tugas rutin pemerintahan seperti dalam Undang Undang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008. Tetapi melebar pada hal-hal kebijakan strategis yang semestinya menjadi kewenangan pejabat definitif.


Layaknya, permendagri ini menyamakan kewenangan pejabat pelaksana tugas dengan pejabat definitif, yaitu memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Pasal 9 Ayat (1) Permendagri menyatakan: Pelaksana Tugas Gubernur, Pelaksana Tugas Bupati, dan Pelaksana Tugas 

Walikota mempunyai tugas dan wewenang

a. Memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan 

daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

b. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat;

c. Memfasilitasi penyelenggaraan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota yang definitif serta menjaga netralitas Pegawai Negeri Sipil;

d. Menandatangani Perda tentang APBD dan Perda tentang Organisasi Perangkat Daerah setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri; dan

e. Melakukan pengisian dan penggantian pejabat berdasarkan Perda Perangkat Daerah setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.

Dan pada ayat (2) berbunyi: Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaksana Tugas Gubernur, 

Pelaksana Tugas Bupati, dan Pelaksana Tugas Walikota bertanggung jawab kepada Menteri. Bisa dilihat, kewenangan yang diberikan Permendagri tidak lagi membatasi kewenangan seorang Plt kepala daerah, karena kebijakan yang sifatnya strategis bisa dilakukan oleh pejabat yang bukan kepala daerah definitif. Hal inilah yang kemudian terlihat tak ada perbedaan antara fungsi dan kewenangan seorang kepala daerah dengan Plt kepala daerah.

Dalam petisi yang akan dibuatnya, Machfudin Latif mengatakan bahwa Plt Walikota Bekasi Tri Adhianto telah beberapa kali mengambil keputusan yang berada di luar wewenangnya, tanpa mengikuti aturan main antara lain:

1. Mengubah Kebijakan Umum Anggaran (menambah dan mengurangi) 5 (lima) item nilai mata anggaran beban Belanja Operasi Daerah Kota Bekasi TA.2022 sebesar Rp.5.574.687.535.313, bertambah menjadi Rp.6.309.990.999.687 yang tertera di dalam Perwal Kota Bekasi Nomor 03 Tahun 2022 Tentang Perubahan atas Peraturan Walikota Bekasi Nomor 97 Tahun 2021 Tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2022 tanpa adanya persetujuan dari DPRD Kota Bekasi dan persetujuan dari Menteri Dalam Negeri;

2. Mengubah, Memutus status kepegawaian Non ASN Instansi Kemitraan Daerah (TIM MONEV Kota Bekasi) yang merupakan kebijakan program Walikota definitif sebelumnya tanpa dilakukan rapat kordinasi dengan DPRD serta tanpa persetujuan dari Menteri 

Dalam Negeri; "Dari contoh-contoh di atas, kami memiliki dugaan bahwa Plt. Walikota Bekasi Tri Adhianto layak diduga telah melakukan pelanggaran wewenang dan jabatan, serta dengan sengaja melawan hukum" tulis Latif dalam Karena itu, dia memohon kepada Presiden Joko Widodo melalui Plt. Menteri Dalam Negeri untuk memberikan teguran keras kepada Tri Adhianto untuk berhenti mengambil tindakan yang berada di luar wewenang dan jabatannya.

Selain itu, Latif juga berharap adanya upaya pembatalan semua keputusan yang merupakan pelanggaran terhadap kewenangan serta jabatan Plt. Walikota Bekasi dan mengembalikan ke status quo. (Redaksi--SBN)

TerPopuler