Ada Lagi Pungutan SPP Di SMAN 3 Bekasi, Dipertanyakan ?

Ada Lagi Pungutan SPP Di SMAN 3 Bekasi, Dipertanyakan ?

18/11/2022, November 18, 2022

 

KOTABEKASI,sinarberitanews.com-Setiap dipertanyakan pihak Eksternal, baik media ataupun kontrol sosial lainnya, terkait maraknya pungutan yang  sekarang ini di SMA dan SMK Negeri di kota Bekasi, pihak sekolah selalu mengambing hitamkan KOMITE SEKOLAH. 


Menyikapi hal ini, Rusben Siagian, Sekretaris LSM AMAN (Adil Makmur Anak Nusantara) angkat bicara.Dalam forum diskusi yang digelar ,Rabu (16/11/22), Rusben Siagian mempertanyakan urgensi pungutan sekolah, besaran, peruntukan dan laporan pertanggungjawabannya. Dia juga mengatakan, bahwa sejatinya Komite sekolah tidak dapat mengumpulkan (menghimpun), ataupun memungut dana dari orang tua peserta didik.


“Dalam peraturan yang berlaku, hanya organisasi yang berbadan hukum yang dapat menggalang dana dari masyarakat. Sedangkan komite sekolah, walaupun dikatakan dalam Permendikbud 75 tahun 2016, maupun Pergub Jabar No. 44 ataupun No. 97 tahun 2022, adalah sebuah lembaga mandiri, tapi keabsahannya sebagai sebuah lembaga yang berbadan hukum tidak pernah kita temukan akta hukumnya. Selama ini Komite Sekolah hanya merupakan semi organisasi yang legalitas dan kedudukannya tidak pernah ada dan jelas,” ujar Rusben membuka pembicaraan.


Dia juga memaparkan bahwa dalam Permendikbud 75 tahun 2016 dikatakan tempat kedudukan Komite Sekolah berada di sekolah. Tapi tidak ada satupun sekolah yang memiliki satu ruangan untuk tempat dan kedudukan Komite Sekolah.



“Pernah enggak kita lihat di sekolah ada ruangan untuk Komite Sekolah? Di tiap surat yang diedarkan komite sekolah, selalu menggunakan alamat sekolah, e-mail sekolah dan bahkan nomor telepon sekolah, tapi coba ke sekolahnya, ada enggak satu ruangan disana yang diperuntukkan untuk Komite berkantor? Tidak ada,” ucapnya sambil tertawa.


Kembali ke Pungutan SPP atau Sumbangan Peduli Pendidikan, tiap sekolah selalu beralasan karena banyak kegiatan sekolah yang tidak dibiayai oleh pemerintah sehingga dirasa perlu untuk meminta partisipasi orang tua peserta didik dalam mendukung peningkatan kwalitas pendidikan di sekolah.


“Itupun sebuah alasan yang mengada-ada dan tidak mendasar. Coba kita hitung bersama, mana yang lebih besar, anggaran dari pemerintah baik pusat dan daerah atau dana dari masyarakat yang mau mereka pungut? Dari hitungan saya, sekolah memungut uang dari orang tua peserta didik lebih besar dari anggaran yang digelontorkan oleh pemerintah” pungkasnya.


Dia lalu membuka data SMA Negeri 3 Bekasi. Dalam data tersebut tercantum data siswa kelas X, 388 siswa, kelas XI, 369 siswa dan kelas XII, sebanyak 317 siswa. Total siswa keseluruhan 1.074 orang siswa.


Rusben kemudian menjabarkan sebagai berikut :


• Dana Dari Pemerintah :


BOS Pusat: Rp. 1.500.000/siswa/tahun


BOPD: Rp. 145.000/siswa/bulan atau Rp. Rp. 1.740.000/siswa/tahun


Total bantuan dari Pemerintah:


1074 x (Rp. 1.500.000 + Rp. 1.740.000) = Rp. 3.479.760.000/tahun


• SPP dari Orang Tua


Kelas X: 388 siswa x Rp. 300.000 x 12 bulan = Rp. 1.396.800.000


Kelas XI: 369 siswa x Rp. 250.000 x 12 bulan = Rp. 1.107.000.000


Kelas XII: 317 siswa x Rp. 250.000 x 12 bulan = Rp. 951.000.000


Total SPP = Rp. 3.454.800.000/tahun


S.A.T dari Orang Tua


Rp. 4.750.000/siswa/3 tahun, atau Rp. 1.584.000/siswa/tahun


Total SAT: 388 x Rp. 1.584.000 = Rp. 614.592.000//tahun


Total dana SPP dan SAT: Rp. 3.454.800.000 + Rp. 614.592.000 = Rp. 4.369.984.000/tahun


“Ini saya ambil nilai minimum ya, jadi dari data ini, dana dari orang tua murid jauh lebih besar dari dana bantuan pemerintah. Dari data sederhana ini saja kita bisa berasumsi bahwa alasan dana dari pemerintah tidak cukup sehingga perlu bantuan dari orang tua siswa perlu dikaji ulang. Pembiayaan sekolah tenyata menjadi tanggung jawab mutlak orang tua, dan pemerintah hanya membantu kekurangannya saja karena dana dari orang tua lebih besar dari dana dari pemerintah,” sindirnya.


Rusben melanjutkan, “Dengan dana Rp. 4.3 miliar per tahun, kegiatan apa yang mereka akan biayai di luar yang dibiayai pemerintah ? Di sekolah ini ada 72 guru, 28 orang sudah PNS dan 15 diantaranya non PNS. Lalu ada 62 tenaga kependidikan, 31 sudah PNS dan 31 lainnya non PNS. Jadi total ada 46 orang yang non PNS. Katakanlah sekolah memberikan remunerasi sebesar 2 juta per orang per bulan, jadi total anggaran untuk honor guru dan tenaga kependidikan hanya sebesar Rp. 1, 104 miliar per tahun. Terus sisanya kemana? Sedangkan selama ini, sekolah ini tidak pernah membuka secara transparan untuk apa saja dana komite itu mereka habiskan.”


Menurut Rusben Siagian, adalah sangat wajar banyak elemen masyarakat yang mempertanyakan pungutan SAT dan SPP yang dilakukan sekolah karena sejak diberlakukannya SAT di kota Bekasi, tidak ada satupun sekolah yang mau membuka diri anggaran itu mereka kemanakan. Apalagi dengan keluarnya Pergub 97/22 sebagai revisi atas Pergub 44/22, jelas-jelas Komite sekolah dilarang melakukan pungutan ke orang tua peserta didik.


Menurutnya, Kepala Dinas, Inspektorat dan Gubernur Jawa Barat perlu segera ke Kota Bekasi untuk memberikan sanksi keras kepada sekolah dan komite sekolah yang terus-terusan melakukan pungutan ke orang tua murid. (GP/Tim)

TerPopuler