KOTA BEKASI,sinarberitanews.com- Kecamatan Bantargebang selama ini identik dengan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang. Sebagai pusat pembuangan sampah dari DKI Jakarta, Bantargebang juga kerap diidentikkan dengan kesan yang kumuh dan bau.
Namun, banyak pihak belum menyadari, bahwa di Bantargebang, di pinggiran kota Bekasi, ada satu sekolah menengah atas negeri (SMAN) yang kualitasnya tidak kalah dan mungkin lebih baik dari banyak sekolah lainnya di Kota Bekasi. SMAN 15 Bekasi.
SMA Negeri yang berada di ujung perbatasan antara Kabupaten Bogor dan DKI Jakarta ini telah menjadi sekolah rujukan dan dalam 5 (lima) tahun terakhir menorehkan banyak capaian, terutama saat dibawah besutan Ermayani Astuti, MPd.
Saat berkunjung ke SMAN 15 Bekasi, Selasa (17/1), Tulus Rustam Purba (TRP), salah satu penggiat dan pemerhati pendidikan di Kota Bekasi, mengatakan sedikit terperangah akan perubahan signifikan yang ada di sekolah ini. Kedatangannya kesini sebenarnya untuk menelisik sejauh mana peran serta dan dukungan masyarakat sekitar sekolah dalam peningkatan kualitas pendidikan.
"Ini yang kedua kalinya saya ke sekolah ini," kata TRP, "banyak sekali perubahan."
Bagi saya, kata TRP, sekolah ini unik dan jauh berbeda dengan banyak sekolah lainnya. Di sini kita bisa melihat aura sekolah yang akrab dengan lingkungan. Tanaman dan pepohonan yang terawat dan tertata. Taman dan lapangan dipadu beberapa kolam ikan, dan juga satu sangkar burung besar yang diletakkan memanjang di sisi selasar penghubung antar bangunan. Membuat suasana sekolah terlihat hidup dan asri.
"Dari pengamatan saya, lingkungan yang sejuk dan pembangunan berkelanjutan di sekolah ini menandakan secara gamblang bahwa komunikasi internal antara sekolah dan masyarakat terutama orang tua murid berjalan dengan baik. Saling bersinergi. Artinya, semua program sekolah didukung sepenuhnya oleh guru, siswa dan orang tua siswa," ungkap TRP.
Hal senada juga disampaikan oleh beberapa siswa saat dimintai pendapatnya terkait almamater mereka. Sebut saja diantaranya Ade dan Iwan, siswa kelas XII, Chantika dan Anas, siswa kelas XI serta Mauli dan Zahra, siswa kelas X. Mereka mengatakan senang bersekolah disini. Selain fasilitas dan sarana prasarana sekolah yang lengkap dan bagus, bersih, iklim sekolah yang nyaman dan bernuansa lingkungan, guru-gurunya juga baik, ditambah kepala sekolah yang tegas.
"Kita diajarkan berdisiplin, dan tidak boleh lupa beribadah. Tiap pagi menjelang pembelajaran, kita selalu melakukan shalat Dhuha bersama, kecuali hari Senin dan Jumat," kata Zahra.
"Guru-gurunya rajin dan baik. Jarang ada freeclass. Kecuali, kalau ada acara kegiatan sekolah atau sedang ada lomba. Selain itu tegas dan disiplin. Ibu Kepala Sekolah juga selalu hadir tiap pagi, enggak pernah absen kalo Upacara Senin," tambah Anas.
"Ibu Kepsek suka marah-marah, tapi sangat perhatian," ujar Ade sambil mengutarakan alasan dari ucapannya. Siswa berprestasi di olahraga Volley ini menceritakan secara lugas saat dia diberi hadiah khusus dari kepala sekolah saat menjadi juara di salah satu event olahraga membawa nama baik sekolah.
Biyan, Guru BK yang masih berstatus tenaga honorer, didampingi salah satu guru lainnya, mengungkapkan bahwa sosok Ermayani Astuti, sebagai mantan kepala sekolah SMAN 15 Bekasi, dikenal sebagai sosok pemimpin yang tegas, berdisiplin dan berinisiatif tinggi. Walaupun baru 13 bulan mengajar di sekolah ini, namun dia memberikan apresiasi kepada Ermayani yang sangat care kepada para tenaga-tenaga honorer di SMAN 15 Bekasi.
"Kita sebagai tenaga honorer, OB, sekuriti dan para guru nggak pernah terlambat menerima pembayaran honor, selalu on-time. Selain itu, ibu selalu aktif tiap kegiatan," ujar Biyan.
Yang sangat menarik, ungkapan para siswa, baik kelas X, XI, XII bernada kerinduan akan kehadiran sosok Ermayani Astuti, sebagai kepala sekolah yang, ternyata, dekat di hati para siswa.
Namun, sedikit menggugah, saat dimintai pendapat tentang keberadaan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Sekolah yang baru, para siswa yang diajak berbincang-bincang oleh IP di taman sekolah, menyampaikan nada yang sama walaupun tidak serupa. Mereka umumnya belum mengenalnya. Bahkan salah satu siswa menjawab spontan, "Enggak pernah kelihatan. Upacara Senin juga gak ada."
Siswa lain menambahkan, hanya tahu namanya saja, tapi belum pernah lihat wajahnya. (GP-redaksi)