BEKASI,sinarberitanews.com- Tokoh Masyarakat Kabupaten Bekasi Drahim Sada buka suara terkait peredaran bebas penjualan obat-obatan dalam daftar G (Tramadol, Eximer, dll) secara bebas tanpa resep dokter dan penjualnya pun berkedok Toko Kosmetik dan/atau Konter Pulsa, Sabtu (21/10/2023)
Rawannya kejahatan yang banyak dilakukan anak-anak muda yang masih di bawah umur akibat mengkonsumsi obat-obatan keras yang di jual bebas tanpa resep dokter.
Dalam hal ini Pengawasan Dinas Kesehatan lemah atau tutup mata, atau mungkin juga dari aparat penegak hukumnya yang mengetahui dan pembiaran.
"Seharusnya ada operasi gabungan untuk memberantas peredaran obat-obatan seperti ini, mulai dari pengecer, suplayer, distributor, hingga bandarnya," ujar Drahim Sada tokoh masyarakat Bekasi.
Terpisah ketua umum PD KAMMI Kota Bekasi Rahmad Dani mengungkapkan bahwa bahaya obat-obatan ini sudah sangat jelas membahayakan generasi penerus bangsa dan meminta Kapolri Listyo Sigit untuk menangkap Bandar-Bandar obat-obatan ilegal jenis tramadol, Eximer dan lain-lain khususnya di Kota dan Kabupaten Bekasi.
"Kami meminta Kapolri Listyo Sigit untuk untuk tegas dan tangkap Bandar-Bandar obat-obatan ilegal yang sudah meresahkan di masyarakat," tegas Rahmad Dani ketua umum PD KAMMI Kota Bekasi.
Ia juga menyinggung Kementrian Kesehatan untuk melakukan instruksi kepada jajaran dibawahnya untuk melakukan pengawasan dan monitoring peredaran obat-obatan Tramadol, Eximer, dan lainnya.
"Kami juga meminta untuk bapak menteri kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk menginstruksikan kepada jajaran dibawahnya agar segera melakukan monitoring peredaran obat-obatan ilegal jenis Tramadol, eximer dan lain-lain karena kami melihat obat tersebut sangat mudah di dapatkan di toko yang berkedok menjual kosmetik," jelas Dani kepada awak media.
Perlu diketahui peredaran obat-obatan golongan (G) tanpa ijin edar dan ijin resep dokter, dan telah diatur dalam UU Pasal 197 Jo Pasal 106 ayat (1) UU nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar dan Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (1) UU nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar.(Dito)