JAKARTA,sinarberitanews.com- Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Dosen Pascasarjana Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur, Universitas Trisakti, dan Universitas Pertahanan RI (UNHAN) Bambang Soesatyo menjadi penguji dalam ujian seminar hasil penelitian disertasi mahasiswa program doktor ilmu hukum Universitas Borobudur, Agusetiawan. Mengambil penelitian tentang Rekonstruksi Penegakan Hukum Pidana Dalam Pemidanaan Penyalahgunaan Kepemilikan Dan Penggunaan Senjata Api.
"Hasil penelitian mengungkapkan perlunya pembentukan Komisi Pengawasan Pengendalian Kepemilikan dan Penggunaan Senjata Api. Serta perlunya formulasi pembaharuan hukum pidana sekaligus merumuskan sanksi ganti kerugian dan administratif terhadap pelanggaran yang dilakukan dalam penggunaan senjata api. Berbagai temuan ini sangat menarik untuk dielaborasi lebih jauh," ujar Bamsoet saat menjadi penguji secara virtual, di Jakarta, Kamis (30/5/24).
Hadir Promotor Prof. Dr. Suparji Ahmad. Serta para Penguji Prof. Dr. Faisal Santiago dan Binsar Jon Vic.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menekankan pentingnya revisi dan pembaharuan Undang-Undang (UU) tentang Kepemilikan, Penggunaan, dan Pengawasan Senjata Api untuk Bela Diri. Mengingat pengaturannya dalam Undang-Undang saat ini berdasarkan UU Darurat No.12/1951, serta Perppu No.20/1960 tentang Kewenangan Perizinan yang Diberikan Menurut UU Mengenai Senjata Api. Lebih jauh lagi terdapat produk colonial yaitu Staatblat 1937 No. 170 atau yang diubah dengan Staatblat 1939 No. 278.
"Aturan teknis lebih lanjut diatur dalam Peraturan Kapolri No.82/2004 serta Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia No.1/2022. Karena itu butuh penyempurnaan Undang-Undang agar bisa menyesuaikan kebutuhan zaman yang secara komprehensif mengandung materi bagaimana keharusan administratif dipenuhi dalam kepemilihan senjata api dan bagaimana penegakan hukumnya jika terdapat pelanggaran," jelas Bamsoet.
Ketua Umum Perkumpulan Pemilik Izin Khusus Senjata Api Beladiri Indonesia (PERIKHSA) dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini menerangkan, kapan seorang pemilik senjata api bisa menggunakan senjata api miliknya, serta seperti apa tahapan penggunaannya (semisal dikokang, diarahkan, atau ditembak ke atas sebagai peringatan) hingga kini belum ada aturan detailnya. Sehingga kerap kali menyebabkan kerancuan, bahkan salah tafsir dari pihak pemilik senjata api maupun dari sisi kepolisian.
"Karena itu, pembaharuan undang-undang maupun peraturan teknis dibawahnya sangat penting. Mengingat saat ini setidaknya ada 27 ribu pemilik Ijin Khusus Senjata Api Beladiri (IKHSA). Selain berkontribusi dalam pendapatan negara melalui penerimaan negara bukan pajak, mereka juga dapat membantu Polisi menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Bahkan dapat dimanfaatkan sebagai komponen cadangan yang mendukung TNI sebagai bagian penjaga kedaulatan bangsa dan negara," pungkas Bamsoet. (Taufik)